Kamis, 25 Juli 2013

malaysia dan indonesia,, apa yang terjadi?

Ada rasa jijik mengikuti berita-berita seputar konflik Indonesia-Malaysia. Begitu besar kebencian bangsa Indonesia ke Malaysia, sehingga bernafsu ingin berperang melawan negara jiran tersebut. Protes, kecaman, provokasi, dll. marak di mana-mana, menggugat sikap Malaysia yang dianggap sering melecehkan bangsa Indonesia. Di Malaysia sendiri, warga dan Pemerintah di sana juga bersikap keras. Walhasil, akankah terjadi konfrontasi terbuka antara Indonesia Vs Malaysia?

Kalau mendengar pernyataan-pernyataan provokasi Permadi, dia jelas sangat mendukung Indonesia perang melawan Malaysia. Permadi meyakinkan, pasukan Indonesia meskipun peralatan sederhana, tetapi berani mati. Sementara Malaysia, meskipun fasilitas militer bagus, nyalinya kecil. Permadi setuju gerakan, Ganyang Malaysia!

Kalau perang itu nanti terjadi, saya usul Permadi diberi seragam militer, khususnya pasukan infanteri, lalu diterjunkan dalam peperangan di front terdepan. Kita ingin melihat, apakah dia berani menerjuni peperangan tersebut? Begitu juga, wartawan-wartawan TV dan backing politik di belakangnya, yang sok nasionalis itu, mereka perlu diberi seragam infanteri juga, untuk berdiri di front line. Kita buktikan saja, sejauh mana kebenaran omongan mereka? Apakah mereka berani mati, seberani pernyataan mereka?

Perang melawan Malaysia adalah IDE GILA. Ide sangat gila, dan jangan dipikirkan sedikit pun peluangnya. Bukan karena kita takut mati, tetapi Malaysia itu bangsa Muslim. Mungkinkah kita akan berperang melawan sesama Muslim? Sudah sedungu dan sebejat itukah kita, sehingga ada niatan ingin berperang dengan sesama Muslim? Masya Allah, betapa rusaknya agama kaum Muslimin di negeri ini, sehingga urusan negara diletakkan lebih tinggi dari agama.

…Perang melawan Malaysia adalah ide sangat gila, jangan dipikirkan sedikit pun peluangnya. Bukan karena kita takut mati, tetapi Malaysia itu bangsa Muslim. Mungkinkah kita akan berperang melawan sesama Muslim?...

Kalau bangsa Indonesia berani, ayo kita berperang melawan Australia, berperang melawan Singapura, berperang melawan Timor Leste, atau Thailand sekalian. Andaikan ada peperangan seperti ini, insya Allah saya akan ikut mendaftar, dengan niatan membela kaum Muslimin di negeri ini. Lha, sekarang mau perang dengan Malaysia, negeri yang di sana ada jutaan kaum Muslimin yang sama-sama bersujud, puasa, dan membaca Al-Qur’an seperti kita. Perang semacam itu sangat gila, segila ide perang Irak melawan Kuwait dan Saudi, di masa lalu. Sama-sama Muslim, sama-sama hamba Allah, kok saling memerangi?

Anda tentu masih ingat tahun 1990-1991 lalu, ketika terjadi Perang Teluk antara Irak Vs Kuwait-Saudi. Perang ini benar-benar gila, rusak, dan menghancurkan kehidupan bangsa Irak, menguras kas keuangan Kuwait dan Saudi. Tahukah Anda, mengapa terjadi perang itu? Demi Allah, perang ini adalah adu domba Eropa dan Amerika belaka.

Saddam Hussein pernah mengaku, bahwa dia tak pernah punya niat menyerang Kuwait atau Saudi. Saddam sangat sadar bahwa dalam perang Irak-Iran, Kuwait dan Saudi sangat mendukung posisi Irak. Jadi tidak mungkin kalau Irak akan menyerang Kuwait dan Saudi.

Ide gila menginvasi Kuwait ketika itu muncul di benak Saddam, karena dia terus diprovokasi oleh utusan-utusan dari kedutaan besar Inggris dan Prancis. Utusan itu terus datang ke Saddam memprovokasi dirinya agar menyerang Kuwait. Alasan yang dibawa utusan itu ialah, Kuwait diduga telah menyedot cadangan minyak Irak dari wilayah Kuwait. Utusan-utusan penipu itu meyakinkan Saddam Husein dengan data-data, fakta-fakta, yang dibuat-buat. Saddam pun terprovokasi, sehingga akhirnya menginvasi Kuwait. Saddam mengklaim Kuwait adalah sebuah provinsi, bagian dari wilayah Irak.

Ketika Irak sudah menginvasi Kuwait, syaitan-sayitan dari Inggris dan Perancis segera melarikan diri dari arena. Peranan selanjutnya dikerjakan Amerika Serikat. Amerika merasa dirinya sangat peduli, sangat mencintai, sangat memuja bangsa Kuwait; mereka pun tampil sebagai pahlawan, siap menegakkan keadilan dan melenyapkan penindasan. Tak lupa pahlawan-pahlawan kesiangan Amerika membawa slogan Rambo, “No one can stop me!”

Akhirnya, Irak digebuk dari berbagai arah. Ribuan ton rudal dijatuhkan ke wilayah Irak, puluhan ribu pasukan, ratusan pesawat tempur, tank, kapal induk, dll. dikerahkan ke Irak. Amerika tidak berani menghadapi Irak sendiri, mereka menggandeng negara-negara Sekutu NATO.

…Jangan menyalahkan Malaysia kalau mereka bersikap agresif. Dulu di jaman Soeharto, bangsa lain tak berani memprovokasi kita, karena ketika itu kita masih memiliki sedikit INTEGRITAS. Nah, saat ini sebagian besar politisi dan pejabat bersikap munafik, oportunis…

Tahukah Anda, apa yang terjadi setelah itu?

Ribuan rakyat Irak tewas sebagai korban, rumah-rumah hancur, masjid-masjid hancur, sekolah, perpustakaan, museum, fasilitas listrik, transportasi, dll. semua hancur. Irak menjadi negara puing-puing. Mereka luluh lantak. Katanya, sampai saat ini korban jatuh di pihak rakyat Irak dan tentaranya, berjumlah lebih dari 1 juta jiwa sejak Perang Teluk 1990-1991 itu. Negeri Irak hancur bukan karena kegagahan prajurit Amerika, tetapi karena pesawat-pesawat tempur dan rudal mereka. Amerika sedikit memakai tenaga manusia. Kalau perang, mereka lebih suka memakai alat-alat militer.
Lalu siapa yang disuruh membiayai peperangan itu?

Semua biaya perang itu dibebankan kepada: Kuwait dan Saudi. Seingat saya, ketika itu Saudi harus mengeluarkan biaya sekitar US$ 30 miliar (atau sekitar 300 triliun rupiah). Begitu pula Kuwait, kas negara itu dikuras oleh pasukan Sekutu. Belum lagi, konsesi pengelolaan minyak di Irak, Kuwait, Saudi pasca Perang Teluk, sangat dicampuri kepentingan Amerika, Inggris, Prancis. Prancis pernah marah kepada Amerika, karena mereka hanya kebagian porsi kue ekonomi kecil. Sebegitu bejatnya kaum kuffar terlaknat itu. Mereka sendiri yang membuat perang, mereka yang terjun perang, mereka pula yang minta diongkosi. Habis sudah, kekayaan-kekayaan negeri Muslim.

Lihatlah betapa kejinya kelakuan syaitan-syaitan kafir itu! Mereka memprovokasi Irak agar menyerang Kuwait, setelah itu Irak ditinggalkan. Selanjutnya mereka mendukung negara Irak dihancurkan Amerika dan Sekutu. Setelah perang usai, Irak hancur, Saddam menderita, Saudi dan Kuwait disuruh membayar biaya perang. Ini semua adalah akal-akalan gila orang kafir terkutuk, semoga laknat Allah, para Malaikat, dan alam semesta menimpa wajah-wajah mereka, menimpa anak-anak mereka, menimpa hidup mereka. Allahumma amin.

…Kafir-kafir terkutuk ini rupanya tidak puas dengan menghisap ratusan triliun kekayaan kaum Muslimin selama Perang Teluk lalu. Kini mereka bersiap-siap menghisap kekayaan kaum Muslimin di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia-Malaysia…

Lalu, kini apa yang terjadi?

Kafir-kafir terkutuk ini rupanya tidak puas dengan menghisap ratusan triliun kekayaan kaum Muslimin selama Perang Teluk lalu. Kini mereka bersiap-siap menghisap kekayaan kaum Muslimin di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia-Malaysia.

Coba saja, siapa yang paling diuntungkan oleh konflik Indonesia-Malaysia ini? Siapa wahai bangsa Indonesia, siapa? Yang paling diuntungkan, adalah kafir-kafir yang mencari makan di negeri kita itu. Mereka semua kini sedang bersiap menjerumuskan kita dalam perang antar saudara serumpun, yang akibatnya pasti merusak kehidupan rakyat Indonesia dan Malaysia sendiri. Sementara mereka terus saja mengeruk kekayaan kita tanpa henti.

Kalau banga Indonesia jujur, mengapa tidak dibersihkan saja negeri ini dari para ekonom Neolib, dari IMF dan Bank Dunia, negara donor asing, dibersihkan dari jaringan bisnis China, dari perusahaan-perusahaan Amerika, Jerman, Inggris, Jepang, Korea, dll. Mengapa tidak kita bersihkan saja negeri kita dari kolonialis-kolonialis itu? Mengapa kita justru hendak memantik permusuhan dengan sesama negara Muslim?


Okelah, andaikan harus berperang dengan Malaysia. Tetapi pertanyaannya, akan kita kemanakan para kolonialis-kolonialis asing itu? Apakah akan kita biarkan saja mereka terus mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah adil, kita berperang melawan Malaysia karena alasan-alasan yang bisa dirundingkan antar pemimpin birokrasi kedua negara, sementara itu kita diam saja atas penjajahan oleh perusahaan-perusahaan asing yang sejak tahun 70-an (selama 40 tahunan) aktif mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah ini suatu keadilan?

…Kita tidak pungkiri betapa sakit hati kita menghadapi sikap-sikap oknum di Malaysia yang overacting, kejam kepada TKI, dan sangat melecehkan. Sebagai bangsa yang masih punya harga diri, kita marah. Tapi masalahnya, kondisi itu kita ciptakan sendiri…

Kita tidak pungkiri betapa sakit hati kita karena menghadapi sikap-sikap oknum di Malaysia yang overacting, kejam kepada TKI, dan sangat melecehkan. Sebagai bangsa yang masih punya harga diri, kita marah. Tapi masalahnya, kondisi itu kita ciptakan sendiri. Kita telah memilih Reformasi 1998. Di balik Reformasi ini ada gelombang LIBERALISME di segala bidang. Akibat liberalisme, kehidupan kita hancur-lebur, seperti sekarang.

Dalam kondisi rusak, lemah, dan hancur ini, kita tak mampu meninggikan martabat kita. Wajah kita tertunduk lesu, memandangi kekalahan bangsa dalam pergolakan politik yang tak jelas ujungnya itu. Saat lemah seperti ini, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga harga diri bangsa? Tidak ada! Kelemahan ini adalah PILIHAN kita sendiri yang meminta Reformasi, meminta demokrasi liberal, meminta ekonomi liberal, meminta pemimpin seperti Gus Dur, Megawati, Gus Dur. Semua ini pilihan kita sendiri!

Jangan menyalahkan Malaysia kalau mereka bersikap agresif. Dulu di jaman Soeharto, bangsa lain tak berani memprovokasi kita, karena ketika itu kita masih memiliki sedikit INTEGRITAS. Nah, saat ini sebagian besar politisi dan pejabat bersikap munafik, oportunis. Apa yang bisa diharapkan dari keadaan seperti ini?

Demi Allah, janganlah kita buka IDE GILA tentang konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kita ini bangsa serumpun, sama-sama Muslim. Jangan mau diadu domba oleh syaitan-syaitan keji yang terus gentayangan menjajakan proposal perang itu. Kita yang nanti berperang, kita yang sama-sama bonyok, sementara mereka terus menghitung untung dari jualan senjata.

…janganlah kita buka ide gila tentang konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kita ini bangsa serumpun, sama-sama Muslim. Jangan mau diadu domba. Kita yang nanti berperang, kita yang sama-sama bonyok, sementara mereka terus menghitung untung dari jualan senjata…

Kini Amerika dan sekutunya Eropa, sedang kelimpungan untuk menghentikan perang di Irak, Afghanistan, dan Pakistan. Mereka kesusahan, sebab perang itu sangat menguras energi. Mereka nyaris kalah di medan-medan itu. Kini mereka memprovokasi Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, China, dll. agar terlibat perang juga. Ya, alasannya masih klise, cari makan untuk anak-isteri, buat beli paha babi, minum whiskey, dan seks bebas.

Indonesia-Malaysia menjadikan bidikan berikutnya. Jangan bodoh, jangan lebay! Kita harus pintar melihat kenyataan. Andaikan nanti kita sudah merasakan 1001 nestapa akibat peperangan yang kita sendiri tak punya kemampuan menerjuni perang itu, barulah kita akan sadar arti dari “kotoran” yang dilempar aktivis Bendera ke Kedubes Malaysia. Kotoran itu kelak bisa dikutuk oleh berjuta manusia di Indonesia-Malaysia.

Camkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah perselisihan di antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs Al-Hujurat 10).

Rabu, 24 Juli 2013

Soeharto sekilas cerita dan ilmu mistik nya


Presiden RI ke-2, Soeharto, telah lama disebut-sebut memiliki ilmu kebatinan. Dalam Edisi Khusus Majalah Tempo, 10 Februari 2008, Dr Budyapradipta, pakar sastra Jawa Universitas Indonesia, bercerita di artikel: Soedjono dan 'Orde Dhawuh'.

Kata Budyapradipta, Soeharto telah lama tertarik dengan ilmu kebatinan Jawa. Ketertarikan itu semakin kuat kala Soeharto bertemu dengan Soedjono Hoemardhani pada Juni 1956. Kala itu, Soeharto kepala staf yang menjadi Panglima Divisi Diponegoro, dengan pangkat letnan kolonel. Sedangkan Soedjono seorang kapten.

"Soedjono dikenal menyukai dunia kebatinan Jawa. Keduanya menemukan kecocokan," tulis Majalah Tempo.

Seodjono pun mengajak Soeharto ke Sendang Titis di Dusun Semanggi, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Di kolam mata air itu, almarhum Rama Martapangarsa, seorang spiritualis Yogyakarta, pernah menempa diri. Dan di situlah, pada 1957, Soeharto dibaptis oleh Rama Marta. Bersama Soedjono, Soeharto menjalani ”ikatan persaudaraan mistikal”. Sedangkan Rama Marta menjadi guru kebatinan Jawa yang dipercaya Soeharto.

”Di Sendang Titis itulah Rama Marta membaptis Pak Harto menjadi Rama," kata Budyapradita. "Pak Djono menjadi Lesmana, Bu Tien menjadi Sinta, Bu Jono menjadi Kunti.”

Budyapradipta sendiri pernah menjadi sekretaris pribadi Soedjono Hoemardani pada 1983–1986. Dan ia mendengar kisah ini, langsung dari Soedjono. Kata Soedjono ke Budyapradipta, dialah yang datang pertama kali ke Sendang Titis, bersama istrinya.

Ketika itu, Rama Marta telah menunggu. Tak berapa lama, barulah Soeharto datang dengan istri, Tien. Melihat Soeharto, Rama Marta seolah membaca tanda-tanda. Kemudian berkata, ”Lha iki jago wirig kuningku (lha ini jago aduanku datang).”

Dalam budaya Jawa, wirig kuning adalah ayam jago dengan kaki serta paruh berwarna kuning, dan dikenal tangguh dalam bertarung.



football indonesian hero pensiun



“Pada dasarnya setiap manusia itu sama, yang membedakan mereka adalah cara berpikir, bersikap, bertindak serta bereaksi setiap individu terhadap segala permasalahan yang menghampiri mereka.”

22 Maret 2013
Malam sudah cukup larut, waktu menunjukkan pukul 23:35 malam. Dari jendela tampak di luar tengah turun hujan. Hanya gerimis memang, tapi cukup untuk membuat udara malam ini menjadi semakin dingin. Sebuah sosok berperawakan sedang bertelanjang dada, tengah duduk terpaku di pojok sebuah ruangan. Dalam suasana remang-remang di sebuah apartemen di jalan Rue de Caumartin, Paris.

Tatapan matanya kosong, raut wajahnya tampak beku, pikirannya jauh melambung membelah dingin dan basahnya langit malam ini. Dengan rambut acak-acakan serta kumis dan jenggot yang tampak mulai memanjang tak beraturan, membuat wajah orang ini tampak lusuh dan sedikit lebih tua dari umurnya.

Lelaki tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah Bambang Pamungkas, iya lelaki itu adalah saya sendiri. Sudah lama saya membuat keputusan ini, dan sudah lama pula sebenarnya saya ingin menulis artikel ini. Akan tetapi entah mengapa, hati saya masih merasa begitu berat untuk sekedar menyampaikannya­ kepada khalayak ramai.

Hingga tiga hari yang lalu, di mana saya menerima sebuah kabar menyedihkan dari jarak 11.574 kilometer dari sini. Sebuah “peristiwa” yang sejujurnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan diri saya. Namun, kejadian tersebut membuat saya meyakini, bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk menyampaikan kepada masyarakat, mengenai masa depan saya.

Awalnya saya pikir semuanya akan berjalan dengan mudah. Tinggal merangkai kata, upload ke blog pribadi dan kemudian di menyebarluaskan­ melalui akun twitter saya. Selesai perkara. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah yang terpikir di benak saya. Butuh waktu lama untuk pada akhirnya saya berani untuk menulisnya. Padahal keputusan ini sudah saya ambil sejak empat bulan yang lalu. Iya, sejak empat bulan yang lalu.

Bagi mereka yang memperhatikan penampilan saya di perhelatan Piala AFF 2012, maka sejatinya ada hal yang tidak biasa tersaji di sana. Ketika itu pada detik-detik terakhir, saya memutuskan untuk menggunakan nama “PAMUNGKAS”, dari pada “BAMBANG” seperti yang biasa saya kenakan di jersey tim nasional saya.

Tentu hal tersebut bukan tanpa alasan. Dalam bahasa Indonesia, kata pamungkas memiliki arti “menjadi yang terakhir”. Maka begitu pula dengan perjalanan karier saya bersama tim nasional. Saat itu saya memutuskan bahwa pagelaran Piala AFF 2012 akan menjadi penampilan resmi terakhir saya, bersama tim nasional Indonesia.

Bergabungnya saya ke tim nasional Indonesia ketika itu, bukanlah menjadi sebuah pilihan yang mudah. Pilihan yang saya ambil tersebut, bertentangan dengan kebijakan klub yang saya bela Persija Jakarta. Dan juga institusi di mana klub saya berafiliasi, dalam hal ini Liga Super Indonesia dan KPSI.

Pilihan tersebut jelas bukan tanpa risiko, baik bagi saya secara pribadi maupun masa depan karier sepakbola saya. Banyak orang yang menganggap saya ingkar janji, tidak sedikit yang menganggap saya sebagai seorang penghianat. Akan tetapi saya adalah saya, pribadi yang selalu berusaha untuk berkata benar jika memang benar, dan mengatakan salah jika memang demikian adanya, dengan apa pun resikonya.

Sesaat setelah latihan perdana bersama skuad tim nasional Indonesia, jelang AFF Cup 2012. Di sebuah pancuran air Gelora Bung Karno, saya berkata kepada salah satu sahabat saya. Keputusan saya untuk bergabung dengan tim nasional bukanlah sebuah pilihan, tetapi sebuah keharusan. Karena saya tidak akan pernah bisa memaafkan diri saya jika saya tidak melakukannya. Dan setelah itu saya akan berhenti untuk selamanya.




Hal tersebut juga telah saya sampaikan kepada staf Badan Tim Nasional Indonesia. Oleh karena itu, ketika nama saya kembali masuk dalam daftar pemain untuk Kualifikasi Piala Asia 2015, saya menolak untuk hadir.

Berani mengambil sikap dengan apapun hasil dari pilihan yang kita ambil, adalah dua hal yang berbeda. Mengambil sebuah keputusan murni berada di tangan setiap individu. Sedang hasil dari keputusan yang kita ambil acap kali tergantung dari banyak hal, termasuk kehendak dari sang Maha Pencipta.

Sebagian orang berpikir bahwa saya sudah gila, karena mengorbankan seluruh reputasi dan karier saya, demi sebuah tim yang sudah diprediksi banyak orang akan mengalami kegagalan. Sebagian lagi berpikir saya salah melangkah, karena pada akhirnya tim nasional Indonesia harus kembali tersungkur dan bersimbah darah, di AFF Cup 2012.

Mereka berpikir saya telah merusak kredibilitas dan reputasi dengan menumpahkan tinta hitam di atasnya. Tetapi, tidak demikian bagi saya pribadi. Saya merasa telah mengakhiri perjalanan panjang bersama tim nasional, dengan sebuah kebanggaan dan kehormatan, setidaknya sebagai sebuah pribadi yang merdeka.

Rasa terima kasih dan hormat saya yang setinggi-tinggi­nya, saya ucapkan kepada seluruh komponen tim nasional Indonesia di Piala AFF 2012. Orang-orang yang dalam segala keterbatasan dan tekanan publik yang begitu hebat, tetap berdiri di garda paling depan untuk memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui sepakbola.

Dengan apa pun hasilnya, menjadi sebuah kebanggaan besar bagi saya mengakhiri karier tim nasional saya, bersama rekan-rekan semua. Mati sebagai pemain tim nasional (pensiun) dengan cara seperti itu, membuat saya merasa sangat bahagia. Berjuang sampai titik darah penghabisan atas nama bangsa dan negara, dengan segala kendala dan risiko yang harus dihadapi, membuat saya merasa telah mati dengan cara yang sangat terhormat.

Terima kasih yang tidak terhingga untuk seluruh pendukung tim nasional Indonesia di manapun berada. Mereka yang dengan fanatisme luar biasa dan tak kenal lelah, selalu berdiri di belakang panji-panji tim nasional Indonesia. Mereka yang selalu bernyanyi, menari dan berteriak menyemangati dalam setiap perjuangan saya bersama tim nasional Indonesia. Tidak lupa permohonan maaf saya yang sebesar-besarny­a, karena selama karier saya bersama tim nasional Indonesia, tidak sekalipun saya mampu memberikan kebahagiaan untuk kalian semua.

Tanggal 23 Maret 2013, merupakan hari bersejarah bagi sepakbola Indonesia, khususnya tim nasional. Karena setelah sekian lama terbelah menjadi dua, pada hari itu tim nasional Indonesia kembali berada di bawah satu berdera. Dan untuk pertama kalinya setelah cukup lama, stadion utama Gelora Bung Karno kembali memerah dipenuhi pendukung militan tim nasional Indonesia.

Dengan atau tanpa muatan tertentu, langkah penyatuan tim nasional Indonesia layak diberi apresiasi positif yang setinggi-tinggi­nya. Setidaknya, di dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, ternyata masih ada rasa sebangsa dan setanah air. Walaupun mungkin kesepakatan tersebut, dilandasi oleh negosiasi-negos­iasi tertentu.

Sedangkan bagi saya pribadi, melihat para pemain nasional kembali bergairah untuk memenuhi panggilan negara dan bersatu kembali dalam satu bendera tim nasional Indonesia, tentu menjadi sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Bukankah hal tersebut yang selama ini “kita” perjuangkan bersama-sama?

Menjadikan kembali tim nasional Indonesia sebagai representasi kekuatan terbaik sepakbola di Indonesia. Mengembalikan kesakralan sebuah tim nasional, yang akhir-akhir ini disepelekan oleh orang-orang yang bertindak atas nama kepentingan-kep­entingan tertentu. Serta menjadikan kembali Gelora Bung Karno sebagai tempat yang angker bagi siapapun tim lawan yang hadir di sana, dengan suasana riuh serta gegap gempita dari seluruh pendukung merah-putih. Itu adalah hal yang selalu kita perjuangkan, selama dua tahun terakhir.

Selamat berjuang untuk talenta-talenta­ terbaik sepakbola Indonesia. Kibarkanlah panji-panji kebesaran sepakbola kita setinggi-tinggi­nya. Bermainlah untuk dirimu, orang-orang yang kamu cintai (keluarga), dan lambang Garuda di dadamu (rakyat Indonesia).

Keputusan ini mungkin mengingkari janji saya sendiri tiga belas tahun lalu, janji setia saya kepada tim nasional Indonesia. Akan tetapi dengan segala dinamika dan pergolakan yang terjadi dalam sepakbola Indonesia, selama dua tahun terakhir. Membuat saya merasa yakin, jika sekarang adalah saat yang tepat bagi saya untuk melakukannya. Lagi pula dengan nama-nama mumpuni di barisan depan tim nasional Indonesia saat ini, rasanya tenaga saya sudah tidak lagi terlalu dibutuhkan.

Saya mengawali tiga belas tahun karier saya bersama tim nasional dengan sebuah harapan besar, dan mengakhirinya dengan sebuah kemenangan besar. Sebuah kemenangan dari segala bentuk pemaksaan kehendak terhadap diri saya. Kemenangan diri saya atas nama sebuah kebebasan untuk mengungkapkan pendapat, menentukan sikap, serta bertindak atas nama sebuah hal yang saya yakini akan kebenarannya.

Boleh saja orang menilai saya sebagai seorang penghianat dari kelompok saya, tetapi satu hal yang pasti, bahwa saya tidak pernah mengkhianati hati dan profesi saya. Sebuah profesi yang sangat saya cintai dan banggakan, sebagai pemain sepakbola.

Pada akhirnya saya memang harus menerima kenyataan, bahwa tidak ada satu gelar bergengsi yang mampu saya berikan untuk Indonesia. Dan oleh karena itu seperti yang pernah saya janjikan, maka di akhir artikel ini saya akan berteriak dengan lantang, jika “Saya Adalah Generasi Yang Gagal.”

Melalui tulisan ini, maka secara resmi saya menyatakan mundur dari tim nasional Indonesia.

“Cepat atau lambat, jersey merah-putih itu pasti akan tanggal dari badanku. Akan tetapi satu hal yang pasti, lambang garuda itu akan tetap melekat di dada kiriku, tinggal di sana sampai akhir hayatku.”

“Garuda di Dadaku, Garuda Kebanggaanku”

Selasa, 23 Juli 2013

NAZI Cafe di bandung indonesia



Pemilik kafe Soldatenkaffe yang berada di kompleks Paskal Hypersquare Bandung, Henry Mulyana, akhirnya menjelaskan alasan mengapa kafenya dibuat bernuansa Nazi.


Dalam jumpa pers di kafe Soldatenkaffe, Sabtu 20 Juli 2013, Henry menegaskan bahwa tujuannya memasang atribut Nazi dan Adolf Hitler bukan karena dirinya seorang rasialis ataupun fasis.

"Saya mendirikan kafe ini karena hobi kesukaan kepada sejarah Perang Dunia ke-II. Bukan ideologi, apalagi ektremisme dan rasialisme," tegasnya.

Dia tidak menyangkal bahwa tema dari kafenya sendiri adalah pop culture atau seni kontemporer yang mengangkat tema Perang Dunia II dari sisi Jerman.

"Pada website kami pun telah dijelaskan sejelas-jelasnya maksud dan tujuan kafe ini bahwa kami bukan pro Nazi dan tidak terafiliasi secara politik dengan ideologi Nazi-isme," tuturnya.

"Ini semata-mata hanya mengangkat tema Militer Jerman era Perang Dunia II," dia kembali menegaskan.

Kafe Soldatenkaffe atau dalam bahasa Jerman berarti kafe serdadu, yang berada di komplek Paskal Hypersquare Bandung, mendapat sorotan keras dari Pemerintahan Kota Bandung.

Pasalnya Kaffe yang sudah ada sejak tahun 2011 ini memiliki dekorasi dan di dalamnya kental dengan nuansa Nazi Jerman, partai yang berhaluan ekstrem kanan dan rasis pimpinan Adolf Hitler.

Dari pantauan, bangunan kafe empat lantai ini tertutup rapat. Dengan terpampang sebuah bendera dengan logo bulat bertuliskan kaffe Soldaten namun di tengahnya terdapat simbol Nazi berupa Elang Jerman (Iron Eagles) berdiri di atas Swastika dengan lambang SS Bolts.

Di dalam kafe tersebut terpampang foto Adolf Hitler, lambang Swastika, kostum Wehrmact atau pakaian angkatan bersenjata Nazi, helm tentara Jerman asli, foto-foto zaman perang Nazi, termasuk logo Soldatenkaffe yang disebut-sebut mirip lambang Nazi berupa gambar Elang Jerman yang berdiri diatas Swastika.

Terang saja kafe Soldatenkaffee ini menjadi perhatian publik. Bukan hanya di tanah air, tapi dunia.


http://nasional.news.viva.co.id/news/read/430656-kafe-nazi-di-bandung-bikin-geger--ini-penjelasan-pemiliknya